22 03 2016

MS & Partners Law Office





Is it allowed for a foreigner to be a director in a company which duly incorporated and existing under the laws of the Republic of Indonesia?

11 12 2013

Under the Article 93 of Law No.40 of 2007 Concerning Limited Liability Company (“Law No.40/2007”), there are couple of requirements shall be taken into account for becoming a director in a company which duly incorporated and existing under the Law No.40/2007, as follows:

Those might be appointed as the member of the Board of Director is individual which is capable of conducting legal actions, except in the period of 5 (five) years before the appointment has: Baca entri selengkapnya »





Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian di Indonesia

27 09 2012

Penawaran dan penerimaan dalam Hukum perjanjian di Indonesia sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penawaran dan penerimaan sangat berhubungan dengan salah satu syarat sahnya perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat sepakat (the consent of those who bind themselves). Syarat sepakat ini dalam hukum kontrak dikenal dengan asas konsensualisme. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.[1]

 

Dengan adanya kata sepakat untuk mengadakan perjanjian diantara para pihak, maka pada saat itu juga telah terjadi persetujuan atas pernyataan kehendak dari masing-masing pihak (overeenstemende wilsverklaring) yaitu berupa pernyataan para pihak yang menerima tawaran dinamakan ekseptasi.[2] Kesepakatan atau persetujuan kehendak itu merupakan hal yang paling penting dalam pembuatan perjanjian, sebab secara umum tidak terlalu diperlukan bentuk formal agar perjanjian itu mengikat secara hukum, kecuali hukum menentukan secara khusus yang juga memerlukan ketentuan lainnya seperti pendirian sebuah perseroan terbatas yang harus dengan akta notaris.[3]

Baca entri selengkapnya »





PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM HUKUM PERUSAHAAN INDONESIA

19 09 2012

Salah satu topik populer dalam hukum perusahaan adalah topik piercing the corporate veil. Piercing the corporate veil sangat erat hubungannya dengan sifat dari Perseroan Terbatas itu sendiri. Perseroan Terbatas adalah badan usaha yang memiiki status badan hukum. Dengan status badan hukum tersebut, Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan sendiri, dan tanggung jawab sendiri.[1]tanggung jawab dan kekayaannya Perseroan Terbatas terpisah dengan kekayaan milik organ perusahaan seperti direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham. Hal ini berarti setiap kewajiban atau utang perseroan terbatas hanya dilunasi dari harta kekayaan perseroan terbatas itu sendiri. Hal tersebut sangat berbeda dibandingkn dengan tanggung jawab suatu perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum seperti firma atau CV. Kegiatan yang dilakukan oleh dan untuk nama perseroan (yang bukan badan hukum) dan terjadi kerugian bagi pihak ketiga, pihak ketiga tersebut dapat meminta pemilik perusahaan untuk bertanggung jawab secara hukum, termasuk meminta agar harta benda pribadi dari pemiliknya tersebut disita dan dilelang. Baca entri selengkapnya »





Hak Pekerja jika terkena PHK akibat Peleburan/Penggabungan/Pengambilalihan/Pemisahan Perusahaan

8 10 2011

Di zaman globalisasi yang penuh dengan persaingan yang menuntut setiap orang bahkan perusahaan maupun industri untuk bersaing ketat dan terus maju, membuat setiap perusahaan harus melakukan inovasi di berbagai bidang agar tetap bertahan di pasar bahkan agar memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.

Pelaku usaha sebagai subyek ekonomi senantiasa berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan usahanya (maximizing profit). Memaksimalkan keuntungan akan diupayakan oleh pelaku usaha dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan metode Penggabungan, peleburan, pengambilalihan perusahaan.

Penggabungan,Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan

Apa yang dimaksud dengan Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan perusahaan?

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan definisi tentang Penggabungan, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Baca entri selengkapnya »





Contoh Kontrak Kredit Pemilikan Rumah

6 10 2011

Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting, dan sangat banyak dilakukan pada saat ini. Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Pengetahuan dan keterampilan yang baik akan perjanjian akan membuat pihak yang terikat dengan perjanjian tersebut menjadi waspada, dan tidak dapat dipermainkan oleh pihak lainnya. Untuk memberi gambaran dan pengetahuan kepada masyarakat tentang perjanjian, berikut saya tulis sebuah contoh Perjanjian/Kontrak Kredit Pemilikan Rumah.Semoga Bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH

Pada hari ini, Jumat tanggal dua puluh sembilan bulan satu tahun dua ribu sebelas (29-01-2011), bertempat di Jakarta, Kami yang bertandatangan di bawah ini:

  1. BANK SWADAYA NASIONAL, perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia no. C-1 HT.01.01.TH.2001, tertanggal 8 Februari 2001  berkantor pusat di Jalan Sudirman kav.907,  Jakarta Pusat, dalam hal ini diwakili oleh:

SUDIRMANTO, Kepala Cabang Utama Asia Afrika,

berdasarkan atas       Surat   Kuasa Direksi BANK Swadaya Nasional    No.09/Kuasa/Bdg.BSN/III/2011, tanggal 07 Januari 2011

dan dengan demikian bertindak untuk dan atas nama BANK Swadaya Nasional, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut BANK ———————————-

  1. AMINAH, karyawan swasta, bertempat tinggal di Jalan M. Toha No. 179 Bandung, dan dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut DEBITUR————————————

Dengan ini para pihak terlebih dahulu menerangkan sebagai berikut:

a)      Bahwa dalam rangka pembelian rumah yang terletak di Komplek perumahan Palem Permai Blok II No. 9 jln. Jend, Sudirman Bandung, DEBITUR telah mengajukan permohonan untuk memperoleh pinjaman dari BANK.

Baca entri selengkapnya »





Nominee Arrangement

27 09 2011

A adalah seorang Warga Negara Amerika dan berencana untuk mendirikan sebuah perusahaan di Indonesia (Foreign Direct Investment). Namun peraturan di Indonesia mengatur bahwa kepemilikan A di perusahaan yang akan dia dirikan maksimum 75%. Tetapi A ingin lebih dari itu agar dia lebih leluasa dalam mengendalikan perusahaan tersebut. Akhirnya A membuat perjanjian dengan B yang adalah WNI supaya A memakai nama B sebagai pemegang saham di Perusahaan yang akan didirikan A, sehingga perusahaan tersebut dapat berdiri. Kemudian A dan B membuat perjanjian yang isinya B memberikan semua kuasa dan haknya kepada A. sehingga dengan kata lain, semua hak dan kuasa mengendalikan perusahaan tersebut 100% ada pada A.

Kejadian tersebut di atas dapat dikatakan merupakan praktek Nominee Arrangement.

 

Pengertian Nominee Arrangement

            Nominee Arrangement (pinjam nama) dalam praktik sehari-hari adalah penggunaan nama seseorang Warga Negara Indonesia sebagai pemegang saham suatu PT Indonesia atau sebagai salah seorang persero dalam suatu Perseroan Komanditer. Atau lebih jauh lagi, penggunaan nama tersebut sebagai salah satu pemilik tanah dengan status hak milik atau Hak Guna Bangunan di Indonesia. Jadi praktik nominee arrangement tersebut tidak hanya berkaitan dengan penggunaan nama sebagai pemegang saham dalam PT Indonesia, melainkan sampai dengan penggunaan nama dalam pemilikan suatu property di Indonesia, yang sangat marak terjadi terutama di Bali.[1]

 

Mengapa Nominee Arrangement?

Mengapa investor menggunakan nominee arrangement? Hal ini sering digunakan oleh investor/penanam modal asing karena ingin menghindar peraturan mengenai: Baca entri selengkapnya »





HARTA BERSAMA YANG DIJADIKAN KREDIT TANPA PERSETUJUAN DARI PASANGAN

27 09 2011

Ketika seseorang menikah, maka secara prinsip, harta antara suami dan istri menjadi harta bersama, kecuali  harta bawaan. Namun, terkadang hal ini tidak dimengerti oleh orang-orang secara lengkap. Terkadang terjadi, seorang suami/istri melakukan perjanjian dengan pihak ketiga dengan objek harta bersama mereka tanpa izin/persetujuan dari pasangan mereka. Apa akibat hal ini? Apa yang seharusnya dilakukan jika ingin membuat perjanjian dengan pihak ketiga dengan objek harta bersama? Apa itu harta bersama?

Harta Bersama & Harta Bawaan

Ketika seorang pria melakukan perkawinan dengan seorang wanita, maka sejak saat itu, pada prinsipnya, harta antara suami dan istri menjadi harta bersama. Hal ini diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang isinya: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Dalam pasal 35 disebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan masing-masing suami dan isteri, serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing, kecuali ditentukan lain yaitu dijadikan harta bersama.[1]

Apa yang dimaksud dengan harta bersama? Harta bersama dalam perkawinan dimaksudkan bahwa semua harta yang ada mulai dari perkawinan sampai seterusnya yang didapat, baik oleh suami maupun istri, menjadi harta mereka bersama. Walaupun misalnya mobil/ rumah/ benda-benda lain memakai nama salah satu pihak, misalnya suami, maka harta itu stengah nilainya adalah milik istri juga.

Karena itu, mengenai harta bersama, suami maupun isteri dapat mempergunakannya dengan persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan mengenai harta bawaan, suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk mempergunakan harta bawaannya masing-masing tanpa perlu persetujuan dari pihak lain (pasal 36).[2]

Perjanjian Perkawinan

Perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta benda mereka.[3] Baca entri selengkapnya »





Keragaman Pandangan Tentang Eksekusi Gadai Saham

14 09 2011

PENGERTIAN SAHAM

Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham perseroan terbatas.[1]

Sedangkan berdasarkan Black’s Law Dictionary, saham (share) adalah An allotted portion owned by, contributed by, or due to someone (each partner’s share of the profit) ; one of the definite number of equal parts into which the capital stock of corporation or joint-stock company is divided.[2]

Sederhananya, saham adalah bukti kepemilikan perusahaan.

 GADAI

Pengertian gadai terdapat dalam Pasal 1150 KUHPerdata :

”gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain yang bertindak atas nama orang yang berutang, dan yang memberikan kewenangan kepada yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada pihak yang berpiutang lainnya; kecuali, biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”

GADAI SAHAM

Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, saham adalah benda bergerak . Karena saham adalah benda bergerak, maka saham dapat digadaikan. Hal ini ditegaskan kembali di dalam Pasal 60 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi, ”Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.” jadi, berdasarkan pasal di atas, saham dapat digadaikan, namun, jika Anggaran Dasar Perseroan menentukan lain, maka saham tersebut tidak dapat digadaikan.

Namun, hal yang unik dari gadai saham adalah hak suara atas saham tersebut tetap pada debitor, dan hal ini berbeda dengan ciri-ciri gadai secara umum, yaitu barang yang digadaikan berada di kekuasaan si kreditur (Pasal 1152 KUHPerdata). Keunikan ini diatur dalam Pasal 60 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi, ” Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.”. Baca entri selengkapnya »





Dapat Dibatalkan Karena Orang yang Tidak Cakap membuat Perjanjian / di bawah pengampuan

4 08 2011

Suatu kali, A adalah seorang pedagang yang menjual sebuah properti. Dia menjual properti tersebut kepada B yang ternyata masih berumur 19 tahun (belum dewasa), namun karena penampilan dari B yang terlihat lebih tua dari umurnya, maka A yakin untuk menjual properti itu kepada B.

Dari sekilas kasus yang sederhana di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi perikatan berupa perjanjian jual beli, dimana salah satu pihaknya belum dewasa. Pasal 1320 KUHPerdata mensyaratkan 4 hal agar suatu perjanjian menjadi sah, yaitu:

  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  • Suatu hal tertentu;
  • Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan/atau kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, syarat ketiga dan/atau keempat tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas secara singkat tentang perjanjian yang dapat dibatalkan karena salah satu pihak yang membuat perjanjian tidak cakap.

Pasal 1329 KUHPerdata, ”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap.

Berdasarkan pasal di atas, setiap orang, sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, dianggap cakap untuk melakukan perikatan-perikatan, termasuk perjanjian. Kalau begitu, siapa saja yang tidak cakap menurut undang-undang?

Pasal 1330 KUHPerdata, ”Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

  • Orang-orang yang belum dewasa;
  • Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

Semua yang dianggap tidak cakap tersebut tidak dapat melakukan suatu perjanjian, kecuali melalui perwakilan (orang tua/ wali yang sah/ pengampu). Orang-orang yang belum dewasa menurut pasal di atas adalah orang yang belum berumur 21 tahun dan belum menikah.

Lalu apa yang terjadi/dapat dilakukan apabila salah satu pihak tidak cakap membuat perjanjian? Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 1331 KUHPerdata, ”Karena itu orang-orang yang didalam pasal yang lalu dinyatakan tak cakap, boleh menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang mereka telah perbuat, dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan oleh undang-undang…” Jadi, apabila suatu perjanjian dibuat oleh orang yang tidak cakap maka perjanjian itu dapat dibatalkan dengan menuntut pembatalan ke pengadilan.

Lalu, apakah orang yang tidak cakap itu dapat menuntut pembatalan perjanjian setiap saat? Kapan orang yang tidak cakap itu dapat menuntut pembatalan tersebut?

Baca entri selengkapnya »